Jumat, 15 Januari 2010

Mengenal Bank Syariah


Penulis : Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Affifuddin


Gharib Jamal, salah satu peletak batu pertama bank Islam dalam makalahnya Al-Masharif wa Buyut At-Tamwil (hal. 45) menerangkan bahwa bank Islam adalah setiap lembaga yang bergerak di bidang perbankan yang berkomitmen menjauhi sistem pembungaan ribawi.
Dr. Abdullah As-Sa’idi menyebutkan definisi yang lebih detail: “Lembaga perbankan berorientasi bisnis yang dibangun di atas syariat Islam.” (Ar-Riba, 2/1021)
Menilik definisi di atas, bisa kita simpulkan bahwa bank-bank syariah memiliki ruang gerak yang cukup luas:
1. Bergerak di bidang mashrafiyah (keuangan), dalam hal ini yang paling menonjol adalah masalah wadi’ah (simpanan/deposito).
2. Bergerak di bidang tijariyah (bisnis).
a. Sistem bagi hasil (profit sharing)
Di dalamnya terdapat masalah musyarakah (partnership, project financing participation), mudharabah (trust financing, trust investment), muzara’ah (harvest yield profit sharing), dan musaqah (plantation management fee based an certain portion of yield).
b. Sistem jual beli (sale and purchase)
Di dalamnya terdapat masalah
- Murabahah (deferred payment sale/jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati)
- Bai’us Salam (infront payment sale/pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka)
- Istishnaa’ (purchase by order or manufacture/kontrak antara pembeli dan penyedia barang. Dalam kontrak ini, penyedia barang menerima pesanan dari pembeli)

Dalam praktiknya, bank-bank syariah mengembangkan ruang gerak mereka lebih luas seperti:
a. Bergerak di bidang sewa/leasing (operational lease and financial lease/akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan atas barang atau jasa itu sendiri) yang dikenal dalam fiqih Islam dengan nama ijarah.
b. Bergerak di bidang jasa (fee-based services). Di dalamnya terdapat cukup banyak masalah antara lain: wakalah (deputyship/ pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan), kafalah (guaranty/jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau tertanggung), hiwalah (transfer services/ pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, atau merupakan pemindahan beban utang dari orang yang berutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar utang), rahn (mortgage/menahan salah satu harta benda tak bergerak milik peminjam sebagai jaminan atau hipotek), dan qiradh (soft and benevolent loan/pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain, meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan).
Dari definisi di atas, juga nampak jelas komitmen yang menjadi landasan bank syariah, yaitu:
1. Semua upaya, usaha, bisnis, dan gerak mereka harus dibangun di atas syariah Islam.
Komitmen ini penerapannya cukup menyeluruh, meliputi hal-hal sebagaimana berikut:
a. Akad dan aspek legalitas
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, berupa rukun-rukunnya yang meliputi: penjual, pembeli, barang, harta, akad, dan juga syarat-syaratnya, seperti:
- Barang dan jasa harus halal
- Harga barang dan jasa harus jelas
- Tempat penyerahan (delivery) harus jelas
- Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi shortsale1 di pasar modal.
b. Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok. Di antaranya:
- Apakah obyek pembiayaan halal atau haram?
- Apakah proyek menimbulkan kemadharatan untuk masyarakat?
- Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
- Apakah proyek berkaitan dengan judi?
- Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
c. Lingkungan kerja dan corporate culture (budaya perusahaan)
Hal ini meliputi masalah etika karyawan. Mereka harus bersifat amanah, shidiq (jujur), dan fathanah (cerdas). Juga cara berpakaian dan tingkah laku para karyawan harus mencerminkan bahwa mereka bekerja pada sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar.
2. Menjauhi dan menghilangkan segala sesuatu yang mengandung unsur riba.
Komitmen ini tertuang dalam beberapa ketetapan di hasil muktamar bank Islam internasional, disampaikan oleh salah seorang pejabat teras mereka yang bernama Dr. Abdul Aziz Najjar:
a. Bunga dari segala transaksi qiradh (pinjam-meminjam) adalah riba yang diharamkan. Sebab nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah secara tegas mengharamkan semua praktik qiradh dengan sistem di atas.
b. Riba adalah haram, sedikit atau banyak. Ini diambil dari pemahaman yang shahih terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)
c. Meminjamkan sesuatu secara riba adalah haram, tidak diperbolehkan walaupun dalam kondisi butuh atau darurat.
Mencari pinjaman (meminjam) dengan cara riba adalah haram, berdosa, kecuali bila dalam kondisi yang sangat darurat. Pernyataan ini dinukil dalam kitab Al-Mausu’ah Al-‘Ilmiyah wal ‘Amaliyah lil Bunuuk Al-Islamiyah (3/126). (Lihat Ar-Riba, Dr. As-Sa’idi (2/1021-1025), Bank Syariah, Antonio (hal. 29-34).
Wallahu a’lam.

1 Istilah yang lazim dalam perdagangan sekuritas yang menunjukkan tindakan penjualan sekuritas yang belum dimiliki penjual dengan harapan agar sekuritas tersebut menurun pada saat penyerahannya sehingga dengan cara itu penjual akan mendapatkan laba. Misal: Si A memperkirakan harga saham perusahaan X yang sekarang bernilai Rp 1.000,00 per lembar akan menurun pada sesi berikutnya. Si A lantas melakukan transaksi penjualan dengan si B (dalam keadaan si A belum memiliki saham perusahaan X). Ketika pada sesi berikutnya, harga saham tersebut turun menjadi (misal menjadi Rp 800,00), si A pun segera melakukan aksi beli saham perusahaan X untuk kemudian diserahkan kepada B. Maka keuntungan si A pada saat penyerahan adalah Rp 200,00 dikalikan jumlah lembar saham yang berhasil dia jual.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar